Akhirnya, saya Ketemu lagi artikel lama dari majalah Tempo yg membahas hubungan daya kreatif dng perilaku androgini. Artikel tsb sdh saya pindai dan dpt dibaca bersama.
Garis besar artikel tsb adalah kepribadian adrogini, dimana sifat maskulin dan feminin sama2 tinggi dalam seseorang, akan menghasilkan seseorang berpotensi yg besar dalam berkreatifitas. Kreatifitas tidak ada sangkut-pautnya dng tingkat kecerdasan. Bisa jadi, orang ber-IQ tinggi memiliki tinggi kreatifitasnya biasa-biasa saja, tapi boleh jadi yg ber-IQ mampu menyelesaikan masalah-masalah pelik. Sedangkan orang berkreatifitas tinggi lebih berpotensi menghasilkan hal-hal baru yg tidak terpikirkan kebanyakan orang.
Persoalannya adalah tata sosial masih mengkutubkan peran gender dlm kehidupan sosial, yg akhirnya mempengaruhi pola pikir, dan menurunkan potensi kreatif. Menang bukan hanya soal terbebasnya batas2 gender akan meningkatkan kreatifitas, selain itu spt faktor budaya asal, status sosial dan risau akan usia, juga bisa menghambat tingkat kreatifitas. Namun soal gender adalah faktor terbesar dan tidak banyak disadari pengaruhnya. Terutama memanfaatkan potensi kedua sisi otak manusia untuk berkreatifitas.
Bahkan bias gender diperparah secara sistematis dari sejak dini dan ketika masuk pertama kali ke dlm dunia pendidikan. Spt dlm buku karangan Achmad Muthali'in dlm buku 'Bias Gender dalam Pendidikan'. Dalam buku tsb, menjelaskan bahwa dlm buku-buku pendidikan atau metode mengajar para guru sangat stereotipe akan nilai gender. Dicontohkan pada buku tingkat SD, sering digambarkan seorang ibu menjahit atau bapak membaca koran, anak lelaki berolah raga dan anak perempuan bermain masak-masakan atau boneka, anak cewek identik dng warna pink dan cowok lebih cocok warna biru, perempuan adalah peran domestik dan lelaki peran publik dan seterusnnya yg masih banyak contoh-contoh stereotipe lainnya. Saya Tidak mengerti bagaimana metode pendidikan masih berkutat dng bias gender atau stereotipe gender yg tradisional dan konservatif . Padahal dlm kehidupan nyata, juru masak taraf internasional malah seorang lelaki, disainer fashion tingkat tinggi yg kebanyakan pria. Dan tidak sedikit pilot-pilot yg aman adalah seorang wanita. Tidak sedikit wanita berahasil melewati pendidikan pasukan khusus di dunia militer. Dan banyak contoh-contoh nyata yg tidak ada pembedaan gender dlm peran seseorang di masyarakat dan kehidupannya.
Setelah dicekoki bias gender selama masa pendidikan, ketika terjun dikehidupan sesungguhnya, masih akan dibenturkan dng nilai yg disebut-sebut oleh di masyarakat (bahkan oleh negara) dng kata pamungkas: 'kewajiban kodrati'. Eh...itu belum lagi, iklan, yg seksis. Untunglah orang2 yg bisa memanfaat kedua sisi feminin dan maskulin, atau dari lingkungan ataupun dari keluarga yg tidak mempermasalahkan gender menghasilkan orang-orang yg berkreatifitas tinggi....dan itu adalah masih tidak umum. Namun sayangnya, kebanyakan adalah yg masih mempertahankan status quo akan pemisahan peran gender.
NB:
istilah gampangan aja:
Sex: adalah jenis kelamin biologis yg terdiri dari dua jenis. Berkembang biak adalah outputnya.
Gender: adalah nilai sosial yg dikenakan ke seseorang karena jenis sex-nya.
Reff:
'Bias Gender dalam Pendidikan'
Pengarang: Achmad Muthali'in
Penerbit: Universitas Muhammadiyah Surakarta
Cetakan: Juni 2001
Komentar